Alternatif Penyelesaian Sengketa Transaksi Elektronik melalui Online Dispute Resolution (ODR)
Oleh: Soesi Idayanti, M.H., Dosen Fakultas Hukum Universitas Pancasakti Tegal.
Alternative Dispute Resulution (ADR) memberikan solusi yang sangat baik dalam menyelesaikan sengketa perdagangan konvensional yang dipisahkan oleh letak geografis dan antar negara. Akan tetapi dengan beralihnya kepada perdagangan elektronik sengketa perdagangan yang dilakukan secara elektronik memunculkan wacana dan solusi bahwa untuk penyelesaian sengketa yang terjadi dapat dilakukan melalui media internet yang dikenal dengan Online Dispute Resolution (ODR).
Konsep ODR mengakui peran dan nilai dari perangkat lunak (software) sebagai jaringan (network) yang digunakan lebih dari hanya sekedar saluran komunikasi yang sederhana. Dengan perangkat “fourth party” ini akan memfasilitasi para pihak untuk mengklarifikasi isu-isu sebelum dilakukannya sesi tatap muka (face to face) yaitu dengan video conference dimana perangkat ini digunakan untuk membantu mengindentifikasikan pihak- pihak dalam sebuah pertemuan (meeting) secara online. Tantangan yang muncul untuk implementasi penyelesaian sengketa ODR yang efektif yaitu bagaimana memfasilitasi proses informasi yang terjadi dari kegiatan sengketa ini secara efesien dalam jaringan transmisi internet. Salah satu tujuan dari keinginan adanya ODR yaitu adanya keingingan untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat dalam perdagangan secara elektronik (e-commerce) dengan menyediakan penyelesaian sengketa yang cepat dan kepastian hukum lintas geografi, bahasa dan juridiksi hukum yang berbeda.
Perkembangan teknologi yang meningkat memiliki pengaruh terhadap segala aspek dalam kehidupan manusia. Internet adalah salah satu media informasi dan komunikasi elektronik terbesar yang sangat dimanfaatkan oleh manusia untuk berbagai kegiatan, seperti browsing, mencari informasi data atau berita, berkomunikasi, hingga melakukan kegiatan ekonomi/ perdagangan atau lebih dikenal dengan istilah electronic commerce atau e-commerce dan melakukan perjanjian yang disebut dengan e-contract.
E-contrak adalah kontrak yang dibuat secara elektronik sebagai suatu cara interaksi antara para pihak melalui sistem elektronik. Oleh sebab itu e-contract lebih sering ditemui dalam hubungan hukum antara produsen dengan konsumen dalam dunia perdagangan. Salah satu yang perlu diketahui dan mendapatkan perhatian dalam e-contract adalah adanya tanda tangan elektronik. Kontrak elektronik telah diakui dalam Pasal 8 ayat (1) United Convention on the Use of Electronic Communications in International Contracts sebagai kontrak yang sah dan mengikat para pihaknya. Indonesia juga telah mengakui adanya kontrak elektronik pada pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi elektronik (selanjutnya disebut UU ITE) yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Kemudahan dan efisiensi kontrak elektronik sering digunakan oleh pelaku usaha dalam kegiatan perdagangan. Namun disatu sisi perkembangan ini tidak diikuti dengan ketentuan yang melindungi konsumen dalam bertransaksi secara elektronik khususnya transaksi yang menggunakan kontrak elektronik. Sedangkan konsumen, dalam kontrak elektronik memiliki posisi yang lebih lemah dari pelaku usaha, hal ini disebabkan oleh karakteristik kontrak elektronik itu sendiri dan lemahnya peraturan mengenai perlindungan konsumen di tingkat internasional dan nasional.
Dengan adanya pengakuan kontrak elektronik ini, maka kontrak elektronik di Indonesia dianggap sebagai kontrak yang sah dan mengikat bagi para pihak.Pada umumnya, e-contract adalah kontrak yang dilakukan pada media elektronik atau dengan kata lain suatu perjanjian yang digitalisasi dokumennya dilakukan ke dalam bentuk scan atau soft copy. Oleh karena itu pihak yang menawarkan harus bisa memastikan bahwa pihak penerima membaca ketentuan perjanjian yang ditawarkan. Lalu muncul pertanyaan, bagaimana memastikan user membaca perjanjian itu? Secara sistem, pihak yang menawarkan harus mengatur sistem elektroniknya sedemikan rupa agar tidak bisa melakukan “click” sebelum ia membaca perjanjian yang ditawarkan. Jika pihak yang menawarkan tidak merancang sistemnya seperti di atas, maka perjanjian yang dibuat dapat dibatalkan karena melanggar syarat subjektif.Disebutkan dalam UU ITE Pasal 1 angka 16 bahwa: “Kontrak Elektronik adalah perjanjian para pihak yang dibuat melalui sistem elektronik”.
Dilihat dari kontennya, maka kontrak elektronik sama saja halnya dengan perjanjian biasa, sehingga harus mengikuti aturan dalam KUHPerdata. Hal tersebut diatur dalam pasal 1320 KUH Perdata yang menyebutkan mengenai syarat sahnya perjanjian yang sah mengikat kedua belah pihak, syarat tersebut adalah: (1) Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya; (2) Kecakapan untuk membuat suatu perikatan; (3) Suatu hal tertentu; dan (4) Suatu sebab yang halal.
E-commerce sebagai suatu proses transaksi perdagangan barang dan jasa yang dilakukan oleh pembeli dan penjual dengan sistem elektronik melalui internet. Dalam hal ini e-commerce memiliki konten yang melibatkan data/sistem/manajemen yang dijalankan secara otomatis. transaksi seperti transfer dana, pemasaran online, jual beli, dan lain sebagainya.
E-commerce adalah bagian dari e-business, di mana cakupan e-business lebih luas, tidak hanya sekadar perniagaan tetapi mencakup juga pengaloborasian mitra bisnis, pelayanan konsumen. dll.Suatu kontrak atau perjanjian yang dibuat oleh para pelaku bisnis seringkali dihadapkan pada suatu persoalan. Persoalan ini muncul akibat dari ketidakhati-hatian pelaku bisnis ketika menyetujui kontrak tersebut. Umumnya, kesadaran hukum baru terbangun ketika kontrak bermasalah. Padahal, memahami isi kontrak saat kontrak tersebut akan disetujui merupakan suatu keharusan, bukan setelah kontrak yang disepakati tersebut bermasalah.
Dalam perdagangan yang saat ini ada, yaitu model perdagangan tradisional atau bisnis konvensional dan model yang merujuk pada prilaku perdagangan modern atau disebut bisnis modern/ e-commerse. Kedua model tersebut masing-masing memiliki cara penyelesaian sengketa yang berbeda. (Bersambung)
https://baladena.id/alternatif-penyelesaian-sengketa…/baladena.id