Bencana, Ujian ataukah Adzab?
Oleh: Dr. Mohamad Khamim, S.H., M.H., Dosen Fakultas Hukum Universitas Pancasakti Tegal
Sebagian orang menganggap bencana sebagai adzab, namun ada juga yang menilainya sebagai ujian. Lalu manakah yang betul? Perlu dijernihkan bahwa kategori itu masing-masing menimpa dua kelompok yang berbeda: orang-orang saleh dan orang-orang bermaksiat. Kita semua diingatkan agar tak gampang menuduh bencana yang menimpa orang lain sebagai adzab, dan juga tak kelewat percaya diri bahwa bencana yang menimpa dirinya sebagai ujian.
Mengutip dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), di awal tahun 2021 ini terjadi sebanyak 197 bencana di seluruh wilayah Indonesia. Sebagian besar kejadian merupakan bencana alam. Bencana banjir mendominasi dengan 134 kejadian, disusul tanah longsor 31 kejadian, dan puting beliung sebanyak 24 kejadian.
Serangkaian bencana di awal 2021 itu menyebabkan 184 orang meninggal, lebih dari 2.700 orang mengalami luka-luka. Sebanyak 9 orang dinyatakan hilang dan mereka yang menderita serta mengungsi mencapai 1,9 juta orang.
Sederet bencana yang menimpa rakyat Indonesia di awal tahun ini memunculkan sebuah pertanyaan: apakah bencana itu ujian ataukah adzab yang Allah timpakan kepada bangsa Indonesia? Bencana atau musibah adakalanya ujian dan adakalanya merupakan adzab yang disegerakan di dunia. Dari mana kita mengetahui bahwa sebuah bencana dan musibah adalah ujian ataukah adzab? Apabila musibah itu ditimpakan kepada orang-orang shalih yang taat kepada Allah ta’ala maka itu adalah ujian yang bertujuan untuk meninggikan derajat mereka dan melipat gandakan pahala mereka di akhirat. Musibah yang berupa ujian ini ditimpakan oleh Allah kepada orang-orang yang dikehendaki kebaikan pada dirinya, seperti para nabi, para wali, para ulama yang mengamalkan ilmunya dan orang-orang shalih lainnya.
Rasulullah Saw. Bersabda: “Siapa yang Allah kehendaki kebaikan pada dirinya maka Allah akan menimpakan musibah kepadanya” (HR al-Bukhari). Dari hadits ini bisa dipahami bahwa seseorang yang dikehendaki kebaikan dan derajat yang tinggi pada dirinya maka Allah melindunginya dari musibah agama dan menimpakan berbagai musibah dunia pada dirinya, anaknya, hartanya atau orang yang ia cintai.Musibah agama antara lain adalah seperti meninggalkan shalat limat waktu, berjudi, berzina, mencuri, dan lain sebagainya. Sedangkan musibah dunia di antaranya adalah kemiskinan, sakit, ditinggal mati orang yang dicintai, diperlakukan buruk orang lain, dan lain sebagainya.
Pada intinya semakin taat seseorang dan semakin banyak ia melakukan kebaikan maka semakin besar dan berat ujian yang Allah timpakan kepadanya. Sebagaiman kita tahu, manusia yang paling taat adalah para nabi. Musibah yang menimpa mereka tentu lebih banyak dan lebih berat dibandingkan dengan manusia pada umumnya.
Nabi-Nabi berikut adalah Contoh Nabi yang telah diberikan ujian oleh Allah Swt:
Pertama, Nabi Nuh diuji dengan anak dan istrinya yang tidak mau beriman. Beliau juga dicaci dan seringkali dipukuli sampai pingsan ketika menyampaikan dakwah kepada umatnya.
Kedua, Nabi Ibrahim diuji dengan dilemparkan ke api yang berkobar-kobar dan tidak dikarunia anak sampai usia lanjut.
Ketiga, Nabi Zakariyya meninggal digergaji. Nabi Yahya kepalanya dipenggal.
Keempat, Nabi Ayyub diuji dengan sakit selama 18 tahun dan dimatikan seluruh anaknya dan dilenyapkan seluruh hartanya.
Bahkan Nabi Muhammad Saw. juga diuji dengan cacian dari kaumnya, dijatuhkan kotoran dan jeroan unta pada kepala dan badannya saat sujud, dilempari batu sampai berdarah, ditinggal mati oleh istri tercintanya, ditinggal mati oleh putranya saat masih bayi, ia juga meninggalkan kampung halaman yang sangat beliau cintai, mengalami demam tinggi dua kali lipat dari demam paling tinggi yang dialami manusia pada umumnya dan masih banyak yang lainnya..
Nabi Muhammad Saw. bersabda: “Manusia yang paling berat musibahnya adalah para nabi, kemudian orang-orang yang di bawah derajat mereka, kemudian orang-orang yang di bawah derajat mereka. Seseorang diuji berdasarkan sekuat apa ia pegangteguh agamanya” (HR at-Tirmidzi, Ahmad, dan lainnya).
Bencana dan musibah yang merupakan adzab adalah yang ditimpakan kepada para pelaku dosa dan maksiat. Hal ini sesuai dengan firman Allah Swt. Dalam Q.S. Al-Syura’ ayat 30: “Dan musibah apa pun yang menimpa kalian adalah disebabkan oleh perbuatan dosa kalian sendiri, dan Allah memaafkan banyak (dari kesalahan-kesalahan kalian)” (QS asy-syura: 30).
Bagi seorang Mukmin dan Mukminat, apabila ada musibah yang menimpanya, baik musibah itu ujian ataupun adzab, , dan dihadapi dengan sabar dan ridho maka itu merupakan sebuah kebaikan baginya. Jadi jika Musibah itu merupakan ujian maka musibah itu akan meninggikan derajatnya dan melipat gandakan pahalanya di akhirat. Dan apabila berupa adzab, maka adzab di dunia itu akan menggugurkan adzab baginya di akhirat kelak. Dan hal itu lebih baik baginya. Karena adzab di akhirat jauh lebih berat dan lebih pedih dibandingkan adzab dunia.
Baca Juga Menyoal RUU Ketahanan KeluargaApabila seseorang mulai berbuat taat dan mulai meninggalkan hal-hal yang diharamkan lalu ditimpa berbagai musibah maka itu adalah ujian baginya. Apakah ia akan terus melanjutkan ketaatan ataukah ia kendor semangat lalu meninggalkan ketaatan itu. Jika seseorang ditimpa musibah dan bencana setelah ia berbuat maksiat dan dosa maka yang semestinya dia lakukan adalah menyegerakan tobat dengan sungguh-sungguh dari semua dosa yang pernah ia lakukan.
Kemungkaran jika sudah merajalela dan tidak ada satu pun yang berupaya mencegahnya maka tunggulah saatnya Allah akan menurunkan adzab kepada semuanya, baik yang shalih maupun yang fasik, semuanya terkena adzab.
baladena.idBencana, Ujian ataukah Adzab? | Baladena.ID
*Dr. Mohamad Khamim, S.H., M.H., Dosen Fakultas Hukum Universitas Pancasakti Tegal Sebagian orang menganggap bencana sebagai adzab, namun ada juga yang menilainya sebagai ujian. Lalu manakah yang betul? Perlu dijernihkan bahwa kategori itu masing-masing menimpa dua kelompok