GAGASAN
Membela Diri dari Kejahatan dalam KUHP Baru
Oleh: Nurul Arifatul Zania, Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Pancasakti Tegal
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) baru yang sudah disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mencantumkan pasal tentang perbuatan terlarang atau tindak pidana yang dilakukan seseorang ketika dalam kondisi terpaksa. Maksud kondisi terpaksana adalah seperti membela diri saat terjadi kejahatan. Ketika membela diri, bisa jadi dapat mencelakan orang yang bermaksud melakukan kejahatan atau tindak pidana.
Rumusan tentang perbuatan seseorang yang dilarang tetapi tidak dipidana tercantum dalam Pasal 34 KUHP. Setiap orang yang terpaksa melakukan perbuatan yang dilarang tidak dipidana, jika perbuatan tersebut dilakukan karena pembelaan terhadap serangan atau ancaman serangan seketika yang melawan hukum terhadap diri sendiri atau orang lain, kehormatan dalam arti kesusilaan, atau harta benda sendiri atau orang lain. Disebutkan dalam penjelasan Pasal 34 bahwa 4 kondisi pengecualian yang membuat seseorang yang melakukan perbuatan yang dilarang dalam rangka membela diri yang tidak dipidana.
Keempat syarat itu adalah: 1) harus ada serangan atau ancaman serangan yang melawan hukum yang bersifat seketika; 2) pembelaan dilakukan karena tidak ada jalan lain (subsidiaritas) untuk menghalau serangan; 3) pembelaan hanya dapat dilakukan terhadap kepentingan yang ditentukan secara limitatif yaitu kepentingan hukum diri sendiri atau orang lain, kehormatan dalam arti kesusilaan, atau harta benda; dan 4) keseimbangan antara pembelaan yang dilakukan dan serangan yang diterima (proporsionalitas).
KUHP baru juga mencantumkan rumusan tentang pembebasan ancaman hukuman terhadap seseorang yang melakukan tindak pidana karena terpaksa untuk membela diri. Rumusan itu tercantum dalam Pasal 42 dan 43. Menurut Pasal 42, setiap orang yang terpaksa melakukan tindak pidana untuk membela diri tidak dipidana karena 2 alasan, yaitu: 1) dipaksa oleh kekuatan yang tidak dapat ditahan; dan/atau 2) dipaksa oleh adanya ancaman, tekanan, atau kekuatan yang tidak dapat dihindari: “Setiap Orang yang melakukan pembelaan terpaksa yang melampaui batas yang langsung disebabkan keguncangan jiwa yang hebat karena serangan atau ancaman serangan seketika yang melawan hukum, tidak dipidana”.
Penjelasan tentang 2 kondisi atau syarat yang diberlakukan terhadap seseorang yang terpaksa melakukan pembelaan diri melampaui batas tetapi tidak dipidana seperti rumusan Pasal 43, yaitu: 1) pembelaan melampaui batas atau tidak proporsional dengan serangan atau ancaman serangan seketika; dan/atau 2) yang disebabkan oleh keguncangan jiwa yang hebat karena adanya serangan atau ancaman serangan seketika.
*Dikutip dari berbagai sumber.
Oleh: Nurul Arifatul Zania, Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Pancasakti Tegal