Upaya Hukum dalam Penyelesaian Kasus Kepemilikan Setifikat Tanah Ganda Oleh: Berliana Nafis Nefianti, Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Pancasakti Tegal

GAGASAN
Upaya Hukum dalam Penyelesaian Kasus Kepemilikan Setifikat Tanah Ganda
Oleh: Berliana Nafis Nefianti, Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Pancasakti Tegal
Tanah memiliki peran yang sangat penting di Indonesia. Sebab, Indonesia merupakan negara agraris. Tanah yang makmur akan menciptakan kemakmuran pada masyarakat nya juga. Pemerintah memiliki peran yang sangat penting untuk mengatur segala penataan dan perancangan tentang tanah yang ada di Indonesia. Disebutkan dalam Pasal 33 ayat (3) Undang – Undang Dasar Negara Repukblik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945) bahwa “Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar – besarnya bagi kemakmuran rakyat.”.
Menurut hukum di Indonesia ini, persoalan tanah termasuk dalam pengaturan hukum perdata. Hukum perdata yakni ketentuan – ketentuan yang mengatur hak dan kewajiban seseorang dalam masyarakat. Hal-hal yang diatur dalam hokum perdata seperti pengaturan hak, harta benda, dan sesuatu yang berkaitan antara individu dengan badan hukum.
Ada undang-undang khusus yang mengatur tentang tanah, yaitu Undang-undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agreria (UUPA). Pemerintah ketika itu tentu tidak sembarangan dalam membuat dan menetapkan UUPA. Salah satunya yakni dengan memperhatikan kondisi dan karakteristik pemanfaatan lahan oleh masyarakat di Indonesia. Melalui aturan hak pemanfaatan tanah, seluruh tanah yang dimanfaatkan wajib memiliki sertifikat sebagai bukti sah pemanfaatannya.
Secara umum dalam proses pendaftaran pemanfaatan atas tanah, harus melalui tiga proses. Proses tersebut meliputi pengukuran dan pembukuan tanah, pendaftaran hak-hak, dan pemberian bukti hak yang biasanya berbentuk sertifikat sebagai bukti sah. Instansi pemerintah yang menjadi penyelenggara pendaftaran tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan adalah Badan Pertanahan Nasional (BPN). Tugas pelaksanaannya dilakukan oleh Kepala Kantor Pertanahan —Kabupaten/Kota.
Seiring dengan tingginya nilai dan manfaat tanah, banyak orang yang berupaya memperoleh bukti kepemilikan tanah dengan memiliki illegal. Misalnya sertifikat palsu, asli tapi palsu maupun sertifikat ganda. Data yang ada pada sertifikat tidak sesuai dengan yang ada pada buku tanah.
Umumnya sertifikat palsu dibuat pada tanah yang masih kosong dan mempunyai nilai tinggi yang menggunakan blangko sertifikat lama. Permasalahan ini sudah lama yang pelik dan kompleks serta mempunyai dimensi yang luas baik di negara maju maupun berkembang. Tidak mudah untuk diselesaikan dengan cepat. Jumlah sertifikat – sertifikat semacam itu cukup banyak, sehingga menimbulkan kerawanan.
Pemalsuan sertifikat terjadi karna tidak didasarkan pada alas hak yang benar. Misalnya penerbitan sertifikat yang didasarkan pada surat keterangan pemilikan yang dipalsukan, bentuk lainnya berupa stempel BPN dan pemalsuan data pertanahan. Pemegang sertifikat tanpa jangka waktu tertentu dapat kehilangan haknya disebabkan gugatan pihak lain yang berakibat pembatalan sertifikat disebabkan cacat hukum administrasi. Dengan adanya cacat hukum administrasi menimbulkan sertifikat ganda karena sertifikat tidak dipetakan dalam peta pendaftaran tanah atau peta situasi daerah tersebut.
Sertifikat ganda tentu akan menimbulkan sengketa di masyarakat. Sengketa sertifikat ganda timbul karena adanya keberatan dari pihak yang dirugikan berupa tuntutan atas keputusan Tata Usaha Negara yang di tetapkan oleh Pejabat Tata Usaha Negara di lingkungan Badan Pertanahan Nasional. Pengajuan keberatan bertujuan pemilik sertifikat dapat menyelesaikan secara administrasi untuk mendapat koreksi dari Pejabat Tata Usaha Negara. Akibat sengketa sertifikat ganda kekuatan hukum sertifikat akan hilang.
Tanah – tanah yang sedang dalam sengketa tidak dapat dikelola oleh pihak baik oleh pemegang sertifikat maupun pihak-pihak lainnya. Secara ekonomis tentu sangat merugikan, sebab tanah yang dikuasai oleh pihak lain tersebut tidak lagi produktif. Tanah tersebut tidak dapat dimanfaatkan untuk memproduksi barang dan jasa serta dijadikan jaminan di bank. Apabila kasus – kasus sertifikat yang dikuasai oleh pihak lain padahal masih dalam haknya untuk dikelola dan tidak ditangani secara serius maka akan mengganggu stabilitas perekonomian
Salah satu solusi untuk menyelesaikan sengketa sertifikat ganda ditempuh jalan musyawarah. Apabila tidak ada kesepakatan dapat diselesaikan sepihak oleh Kepala Kantor Badan Pertanahan Nasional. Apabila para pihak masih tidak dapat menerima keputusan tersebut dapat mengajukan gugatan pada putusan Peradilan Tata Usaha Negara.
*Dikutip dari berbagai sumber.
Oleh: Berliana Nafis Nefianti, Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Pancasakti Tegal

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *