Wakaf: Menebar Pahala Abadi Oleh: Muhammad Rizqy Ali Akbar, Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Pancasakti Tegal.

Gagasan

Wakaf: Menebar Pahala Abadi

Oleh: Muhammad Rizqy Ali Akbar, Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Pancasakti Tegal

https://baladena.id/wakaf-menebar-pahala-abadi/

 

Wakaf merupakan denyut kehidupan umat Islam Indonesia seiring berkembangnya ajaran agama Islam itu sendiri. Institusi wakaf menjadi filantropi yang tidak lekang waktu.  Memang, wakaf lebih dari sekadar sedekah. Wakaf merupakan implementasi kedermawanan yang merentang di ruang dan waktu. Bahkan wakaf  melampaui usia pemberi wakaf.

Pengaturan wakaf di Indonesia telah terstruktur rapi, menjadi jembatan bagi niat luhur untuk berbuah kebaikan abadi yang dilindungi oleh negara. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf sebagai payung hukum kokoh bagi perwakafan di Indonesia. Berlandaskan pada al-Qur’an, Hadis, dan doktrin fikih Islam, Undang-undang Wakaf menjadi panduan komprehensif yang mengatur segala aspek, mulai dari pengertian, jenis, rukun, syarat, objek, hingga prosedurnya.

Melalui bingkai yuridis, wakaf dipahami sebagai perbuatan memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda milik seseorang atau badan hukum, guna dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syariah. Pilihan objek wakaf pun beragam, bisa berupa harta bergerak seperti uang, perhiasan, atau kendaraan, maupun harta tak bergerak seperti tanah dan bangunan.

Agar wakaf dianggap sah, harus terpenuhi empat rukun. Ada wakif, yaitu orang yang dengan ikhlas mewakafkan harta bendanya. Harta benda itu sendiri, tentunya harus jelas kepemilikannya dan tidak termasuk kategori yang dilarang diwakafkan. Nadzir, pihak yang menerima dan mengelola wakaf yang dapat individu tapi idealnya badan hukum khususnya Organisasi Masyarakat Keagamaan yang terpercaya dan amanah. Selanjutnya  manfa’at, tujuan penggunan wakaf, haruslah sejalan dengan ajaran Islam, berorientasi pada kebaikan dan kemaslahatan umat.

Syarat-syarat lainnya pun turut melengkapi wakaf.  Wakif haruslah muslim yang berakal sehat dan cakap hukum. Objek wakaf, selain halal kepemilikannya, juga tidak boleh tengah diwakafkan kepada pihak lain sebelumnya. Nadzir pun dituntut memenuhi kriteria serupa: beragama Islam, berakal sehat, dan cakap hukum.

Agar niat berwakaf terwujud, prosedur yang jelas telah tersedia. Wakaf dilakukan di hadapan Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW) yaitu Kepala Kantor Urusan Agama (KUA) yang ada di Tingkat Kecamatan sekaligus didaftarkan, dan kalau beruta benda tidak bergerak tanah, dilanjutkan prosesnya ke Kantor Pertanahan setempat untuk balik nama sertifikat menjadi atas nama Nadzir (pengelola wakaf). Tahap ini untuk  memastikan legalitas dan transparansi pengelolaan wakaf. Setelah terdaftar, akta secara resmi disampaikan kepada nadzir yang telah ditunjuk oleh wakif.

Selain sudah dalam bingkai perlindungan hukum yang kokoh, wakaf sesungguhnya membawa dampak sosial yang luas. Wakaf menjadi instrumen untuk membangun sarana dan prasarana pendidikan, kesehatan, sosial-keagamaan, sekaligus menopang program-program pemberdayaan masyarakat. Masjid, panti asuhan, rumah sakit, hingga dan Lembaga pendidikan, tidak sedikit sedikit berdiri kokoh berkat wakaf. Secara fungsional, wakaf siap menebar kebaikan lintas generasi.

Namun, potensi wakaf di Indonesia belum sepenuhnya digali. Peningkatan pemahaman masyarakat tentang manfaat dan prosedur wakaf menjadi langkah krusial. Dengan edukasi yang tepat dan kolaborasi yang kuat antara pemerintah, lembaga keumatan, dan masyarakat, wakaf dapat dioptimalkan sebagai pengungkit kemakmuran berkelanjutan, tidak hanya di dunia, namun juga di akhirat.

Menurut Badan Wakaf Indonesia (BWI), baru sekitar 2% dari total potensi wakaf yang telah terkelola. Hal ini disebabkan oleh beberapa factor, antara lain: Pertama, kurangnya pemahaman masyarakat tentang wakaf. Banyak masyarakat yang masih belum memahami konsep dan manfaat wakaf. Kedua, kurangnya sosialisasi dan edukasi tentang wakaf. Pemerintah dan lembaga keumatan perlu melakukan sosialisasi dan edukasi yang lebih luas tentang wakaf kepada masyarakat. Ketiga, masih kurang berfungsinya kelembagaan. Perlu regulasi kelembagaan wakaf di Indonesia yang menjamin agar pengelolaan wakaf benar-benar professional, dan akuntable.

*Dikutip dari berbagai sumber.

Oleh: Muhammad Rizqy Ali Akbar, Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Pancasakti Tegal.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *