Becak; antara Budaya dan Kebutuhan Transportasi Modern
Oleh : Selvyani, S.E., M.H., dan Tiyas Vika Widyastuti, S.H., MH,
Dosen Fakultas HukumUniversitas Pancasakti Tegal
Becak merupakan transportasi yang sudah cukup tua di Indonesia. Dilihat dari sisi bentuk dan pengoperasiannya, termasuk alat transportasi yang sangat sederhana. Cukup dikayuk tanpa memperlukan Bahan Bakar Minyak, atau pun bahan bakar lainnya.Bermodal tenaga manusia, becak tidak ada layanan service berkala. Suku cadang becak pun yang akan dipilih adalah yang bekas pakai. Sebab kalau baru sebagian tidak mampu untuk membelinya, kecuali sudah sangat parah dan harus diganti. Lebih dari itu, becak tidak menimbulkan asap dan polusi.
Keberadaan becak di Indonesia bukan hanya sekedar modal transportasi saja. Lebih dari itu, becak merupakan perwujudan budaya kesederhanaan. Becak tidak dapat dipisahkan dari alat transportasi tradisional yang mempunyai nilai sejarah. Setiap daerah memiliki jenis atau model becak yang berbeda, mulai dari tampilan, bentuk dan gayanya, sehingga layak dijadikan sebagai alat transportasi dan kultur kebudayaan bangsa.
Meskipun masih tetap eksis, namun semakin hari keberadaan becak semakin tersisih oleh alat transportasi yang semakin berkembang. Apalagi saat ini dengan berkembangnya transportasi online. Becak semakin tersingkir secara alamiah.
Apabila dilihat dari nilai budaya, harapannya becak tetap terus bertahan dan menjadi ikon transportasi bernilai sejarah dan budaya. Soal transportasi tradisional, Indonesia memang memiliki alat transportasi yang bisa dibilang cukup banyak selain becak. Ada juga dokar, misalnya yang memiliki nilai sejarah kurang lebih sama.
Tukang becak (kadang disebut abang becak) termasuk contoh orang yang mengais rejeki dengan penuh kesabaran. Bahkan tidak pilih kasih penumpang. Jauh dekat akan diterima. Tarif bisa dinegosiasikan. Kadang ada yang membedakan tarif siang dan malam. Becak di malam hari lebih tinggi tarifnya.
Kebeberadaan becak khususnya di kota-kota besar seringkali dianggap persoalan. Becak dipandang mengganggu ketertiban dan kelancaran lalu lintas kota yang semakin padat. Padahal, persoalan becak bukanlah hanya sekedar persoalan dapat mengganggu “kelancaran transportasi modern”.Sebagai mata pencarian, tentu di dalamnya terkandung persoalan kehidupan sekelompok manusia yang memiliki hak sama untuk mendapatkan penghasilan guna menafkahi keluarga. Apabila selama ini penggusuran becak dari jalur transportasi didasari oleh alasan ketertiban, kemacetan, tentu tetap harus mempertimbangkan persoalan hak warga negara yang kehilangan hak ekonominya.
Disadari atau tidak, komunitas tukang becak merupakan warga negara yang selama ini tidak menjadi beban keuangan pemerintah. Mereka melakukan aktivitas dalam menghidupi dirinya sendiri dan keluarganya. Mereka kaum yang sedang berlalu lalang meminta bantuan dengan berbagai modus bermodalkan proposal. Secara sadar, tukang becak memahami keterbatasan pemerintah untuk memberi kesempatan kerja yang lebih layak bagi mereka yang umumnya berpendidikan rendah.
Bahkan komunitas tukang becak telah membuka kesempatan kerja di kalangan pengusaha seperti bengkel becak/sepeda, toko-toko spare-part, tukang kayu pembuat bak becak, dan pengrajin pembuat tenda sebagai atap becak. Mereka juga telah memberi alternatif lain bagi ibu-ibu kalangan rumah tangga sederhana dalam mengatasi kebutuhan transportasi ke pasar, ataupun mengantar anak-anak ke sekolah.Apabila persoalannya adalah kepadatan kendaraan dan kemacetan, bukankah kemacetan tidak hanya diakibatkan oleh keberadaan becak? Semua kenderaan baik yang berfungsi sebagai kenderaan umum maupun pribadi, baik yang harga murah maupun kenderaan mewah semua terjebak pada kemacetan akibat tidak berbanding lurusnya perluasan/pertambahan jalan dengan produk kendaraan.
Jadi, sudah seharusnya ada perhatian dari pemerintah bagi keberadaan becak. Jangan dilihat hanya sebagai alat transportasi saja, tetapi bernilai budaya. Apabila becak diangga sebagai “biang” kesemprawutan dan kemacetan, di tengah semakin padatnya transportasi kota, bukan dengan cara melarang atau membatasi. Sebagai solusinya dapat memidahkan trayek ke jalan-jalan khusus, misalnya ke tempat-tempat destinasi wisata, dan sebagainya.
TerkaitMenjaga Keuangan Selama RamadhanBulan Ramadan hampir memasuki kedatangannya dan disambut dengan penuh kegembiraan oleh umat muslim seluruh dunia, termasuk Indonesia, negara dengan penduduk mayoritas Islam terbanyak di dunia. Seiring dengan euforia tersebut, Ramadan dari tahun ke tahun kerap kali meninggalkan sebuah catatan penting, antisipasi lompatan harga berbagai macam kebutuhan, baik primer maupun sekunder.