GAGASAN: Menyoal Perlindungan terhadap Korban Pelecehan Seksual Oleh: Sammah Fatichah , Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Pancasakti Tegal

GAGASAN

Menyoal Perlindungan terhadap Korban Pelecehan Seksual

Oleh: Sammah Fatichah , Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Pancasakti Tegal

Makin hari rasa rasanya kejahatan seksual makin menjadi. Hukum seolah-olah tumpul ketika dihadapkan dengan kasus pelecehan seksual, bahkan pelaku pelecehan seksual seolah-olah tidak memiliki rasa takut sedikitpun atas ancaman pidana yang akan diterimanya.

Baru-baru ini, masyarakat dibuat geram oleh peristiwa dugaan pelecehan seksual yang dialami oleh mahasiswi FISIP Unniversitas Riau. Ironisnya, pelaku dugaan pelecehan seksual tersebut ialah dosen pembimbingnya sendiri (SH) yang bahkan sedang menjabat sebagai Dekan.

Dugaan pelecehan seksual tersebut dilakukan pada saat korban sedang melakukan bimbingan untuk tugas akhirnya. Bukannya ilmu yang didapat, melainkan tindakan yang tidak senonoh yang diterima mahasiswi tersebut.Korban atas tindakan pelecehan seksual ini akhirnya memberanikan diri untuk melaporkan tersangka, SH ke kepolisian setempat.

Korban juga memberanikan diri untuk berbicara mengenai kejadian tersebut melalui video singkat yang isinya menjelaskan tentang kronologi kejadian yang membuat dirinya merasa dilecehkan oleh dosennya sendiri. Lantas bagaimanakah perkembangan kasus tersebut? Dilansir dari CNN Indonesia, kasus pelecehan seksual ini telah sampai pada tahap penyidikan. Pihak kepolisian juga sudah memeriksa korban, para saksi dan juga tersangka.

Pada saat pemeriksaan, tersangka SH menyangkal semua tuduhan tersebut dan menegaskan bahwa ia akan melaporkan balik mahasiswi tersebut ke Polda Riau atas dasar pencemaran nama baik dan ia pun menuntut uang ganti rugi sebesar 10 Miliar rupiahPerbuatan pelecehan seksual diatur dalam Buku Kedua tentang Kejahatan, Bab XIV tentang Kejahatan Kesusilaan (pasal 281 sampai pasal 303).

Perbuatan tersebut diartikan sebagai segala perbuatan yang dianggap melanggar kesopanan atau kesusilaan dapat dimasukan dalam perbuatan pelecehan seksual. Sesuai dengan pasal 289 sampai pasal 296 KUHP pelaku tindak pidana pelecehan seksual dapat dijatuhi hukuman penjara selama 5 tahun.

Perlindungan terhadap korban Pelecehan seksualBanyaknya korban yang merasa malu untuk melaporkan pelecehan seksual yang dialaminya bisa menjadi salah satu faktor penghambat untuk memberantas tindak pidana pelecehan seksual. Kenapa korban merasa malu untuk melaporkan kejadian yang merugikan dirinya? Hal ini bisa terjadi karena di kalangan Masyarakat Indonesia, korban pelecehan seksual dianggap ikut bersalah karena membiarkan hal tersebut terjadi. Tak hanya sampai disitu saja, korban pelecehan seksual kerap kali dianggap sebagai orang yang sudah “ternodai”. Hal tersebutlah yang menimbulkan rasa malu sekaligus takut pada diri korban yang hendak melapor.

Pasal 5 Undang-undang Nomor 31 tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban yang di dalamnya secara tegas menyatakan bahwa korban dan saksi berhak mendapatkan perlindungan yang sebaik mungkin. Namun sayangnya, peraturan ini masih dianggap kurang melindungi bagi korban pelecehan seksual. Mengapa demikian? Masih banyak korban diluar sana yang enggan melapor kejadian pelecehan seksual dikarenakan rasa malu dan takut.

Tak hanya itu, pada saat pemeriksaan kasus pelecehan di kepolisian, kebanyakan tersangka menyangkal perbuatan tersebut dan menegaskan bahwa dirinya tidak merasa melecehkan korbannya. Bahkan, ada beberapa tersangka yang melaporkan balik korbannya atas nama pencemaran nama baik seperti kasus yang diatas.Kasus diatas dan kasus pelecehan seksual yang lainnya, mengisyaratkan bahwa perlindungan untuk korban pelecehan seksual ini masih kurang.

Meskipun ada peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang perlindungan saksi dan korban, akan tetapi peraturan tersebut tidak menyebutkan secara gamblang mengenai korban pelecehan seksual. Melihat banyaknya kasus pelecehan yang terjadi di Indonesia, sudah saatnya anggota dewan meloloskan Undang-undang yang secara spesifik melindungi korban pelecehan seksual. Tidak hanya pada Undang-undangnya saja. Pemerintah juga harus memberikan pengobatan atau rehabilitasi kepada korban yang mengalami pelecehan. Pelecehan seksual juga merupakan tindakan yang bisa membahayakan psikologis korbannya, korban bisa saja mengalami stress atau depresi dan juga trauma yang berkepanjangan.

Skenario terburuknya, korban juga bisa mengakhiri hidupnya karena tidak mampu untuk menghadapi tekanan yang ada.Sosialisasi tentang pelecehan seksual juga diperlukan. Hal ini bertujuan untuk membuka pikiran masyarakat bahwa pelecehan seksual bisa terjadi pada siapapun baik pria atau wanita.

Sosialisasi ini juga di tujukan untuk menanamkan rasa simpati terhadap korban yang mengalami pelecehan seksual. Jadi, pandangan masyarakat mengenai pelecehan seksual ini tidak tabu. Masyarakat diharapkan tidak memandang korban pelecehan sebagai orang yang bersalah atas hal yang ditimpanya.

*Dukutip dari berbagai sumber.

Oleh: Sammah Fatichah, Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Pancasakti Tegal

https://baladena.id/menyoal-perlindungan-terhadap-korban…/

https://baladena.id/menyoal-perlindungan-terhadap-korban-pelecehan-seksua/?fbclid=IwAR2D2Hzc0A7ns-PwcUUYU-Ldr8luMh7PosBV_ud3y7klk9AZdCV6HDblAsc

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *