GAGASAN
Payung Hukum Penggunaan Tanda Tangan Digital dalam Transaksi Bisnis
Oleh: Duwi Pratiwi, Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Pancasakti Tegal
Dewasa ini pengguanaan teknolgi cukup berkembang pesat yang secara nyata dapat merubah pola kebiasaan manusia yang lebih efektif dan efesien. Salah satunya dalam dunia bisnis yang juga mengikuti perkembangan zaman yang dimana diera informasi teknologi yang sangat luar biasa salah satu yang menjadi ciri khasnya adalah penggunaan tandatangan digital.
Penggunaan tandatangan digital ini diharapkan bisa mengefektifkan atau mengefesienkan waktu dan tenaga pegiat pelaku ekonomi. Dimana dapat menjadi suatu terobosan yang luar biasa apalagi sudah diatur didalam Undang-undang Nomor 19 tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), dan juga sudah diatur dalam turunannya di dalam Peraturan Mentri Komuniksi dan Informatika Nomor 11 Tahun 2018.
Pengguanaan teknologi infromasi dan komunikais erat kaitanya dengan kemjauan efektifitas kinerja para pegiat pelaku ekonomi dalam berbisnis yang memberikan dampak postif dalam melakukan perundingan dan korelai antar pegiat pelaku eknomi dalam berbisnis dengan dilakukannya tandatangan digital untuk mengefesiensi waktu dan tenaga pelaku kegiatan ekonomi, berkaitan dengan hal tersebut keperluan dan kerahasiaan suatu data pribadi terkait pengguanaan informasi elektronik, pemerintah mengeluarkan Undang-undang ITE.
Undang-undang tersebut juga mengatur keaslian dokumen elektronik yang di tandatangani secara digital.Peraturan lebih lanjut mengenai legalitas tandatangan digital juga sudah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 201, di mana pada pasal 52 ayat 2 menjelaskan bahwa tanda tangan digital dalam sebuah transaksi digital adalah perkenaan penandatanganan tentang Informasi Digital yang ditandatangani didalam tandatangan digital tersebut.Keabsahan Tanda Tangan Digital dengan Pembuktiannya di PengadilanPembuktian merupakan salah satu dari rangkaian proses beracara di pengadilan yang memiliki fungsi penting dalam membantu suatu hakim untuk menjatuhkan suatu putusan.
Dimana di era sekarang semakin majunya perkembangan teknologi salahsatunya pengguanaan teknologi didalam lingkungan bisnis yang erat kaitannya dengan pengguanaan tandatangan digital yang semakin digunakan oleh lini pegiat pelaku terkait dalam transaksi bisnis.Pembuktian keabsahan suatu tanda tangan digital tidak lepas dari orisinalitas sebuah tanda tangan, pasal 54 ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 82 tahun 2012 menyebutkan tanda tangan digital terbagi menjadi dua sub, yaitu tanda tangan digital yang tersertifikasi (yang membuat adalah jasa penyelenggara sertifikasi elektronik dibuktikan dengan dipunyanya sertifikat elektronik), kemudian tanda tangan digital yang tanpa sertifikasi (yang dibuat tanpa jasa penyelenggara sertifikasi elektronik).
Pengakuan suatu tandatangan digital menjadi sebuat alat bukti yang sah di mana ketentuannya sudah dilegalkan pada UU ITE dalam Pasal 5 menjelaskan bahwasannya Informasi Elektronik dan atau dokumen elektroniknya dapat menjadi sebuah alat bukti hukum yang secara sah yang dimana sepadan dengan hukum acara yang berlaku di Indonesia.
Regulasi tersebut sudah membuktikan bahwa tanda tangan digital bisa menjadi sebuah alat bukti secara sah dan memiliki kekuatan hukum didalam suatu persidangan, di mana regulasi ini dapat ditemukan dalam UU ITE.
Berdasarkan uraian penjelasan tersebut dapat di ketahui bahwa tandatnagn digital dapat menjadi suatu alat bukti yang sah menurut hukum, maka yang perlu diketahu apabila suatu tandatangan digital di keluarkan sebagai alat bukti di persidangan maka asas Lex Derogate Legi Lex Generalis dapat digunakan dalam permasalahan hukum ini dimana hakim mengacu pada ketentuan UU ITE meskipun di dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata tidak mengatur tentang bagaimana alat bukti tandatangan digital sebagai alat bukti yang sah yang dimana dalam hal ini merupakan suatu perluasan dari alat bukti yang ditentukan dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata.
Baca Juga Mendekontruksi Sirkuit Kebodohan
*Dikutip dari berbagai sumber.
Oleh: Duwi Pratiwi, Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Pancasakti Tegal