GAGASAN
Relasi Bisnis dan Kekuasaan di Indonesia
Oleh: Dr.Moh.Taufik, M.H., Dosen Fakultas Hukum Universitas Pancasakti Tegal
Usia reformasi sudah melewati dua dasawarsa, namun sengkarut bisnis dan kekuasaan masih menjadi dua hal yang saling berhubungan dalam sudut pandang yang negatif. Aroma kekuasaan menjadi sumbu hangat bagi para usahawan ( Konglomerat ) untuk mengambil ceruk emas yang sangat berlimpah, dengan lumpur dosa yang seakan biasa biasa saja ditengah jeritan masyarakat Indonesia kelas bawah yang tidak pernah merasakan menjadi tuan rumah di negeri sendiri.
Hubungan bisnis dan kekuasaan ternyata seiring sejalan dengan sejarah Indonesia paska kemerdekaan Indonesia. Tidak hanya terjadi pada era sekarang, tapi juga terjadi dari era Presiden Soekarno sampai era Jokowi. Sebuah yurisprudensi yang entah sampai kapan akan berakhir.Torsten Person dan Guido Tabellini ( Demokratic Capital :2006 ) mengatakan bahwa Politik dan ekonomi adalah entitas yang tidak bisa terpisahkan, satu sama lain saling mempengaruhi.
Dinamika hubungan politik dan ekonomi telah menjadi perhatian banyak peneliti di dunia. Perubahan politik akan berpengaruh terhadap kehidupan ekonomi. Sebaliknya kehidupan ekonomi berpengaruh terhadap kehidupan politik. Hipotesa ini seakan memperkuat sinyalemen bahwa kekuasaan memang terjalin erat dengan bisnis, entah darimana dan siapa yang lebih duluan yang memulai, tapi yang pasti hanya perubahan format saja. Ada saatnya kekuasaan dominan mengatur bisnis, dan ada saatnya bisnis mengatur kekuasaan.
Fakta terangkum dalam sejarah bisnis dan kekuasaan di Indonesia.
Sejarah Ringkas Jalinan Bisnis Kekuasaan di Indonesia.Setelah kemerdekaan Indonesia tahun 1945,kegiatan ekonomi masyarakat sangat minim, perusahaan-perusahaan besar saat itu merupakan perusahaan peninggalan penjajah yang mayoritas milik orang asing, dimana produk berorientasi pada ekspor. Kondisi stabilitas sosial-politik dan keamanan yang kurang stabil membuat perusahaan-perusahaan tersebut stagnan.
Tahun 1950-an Indonesia menerapkan model guidance development dalam pengelolaan ekonomi, dengan pola dasar Growth with Distribution of Wealth di mana peran pemerintah pusat sangat dominan dalam mengatur pertumbuhan ekonomi (pembangunan semesta berencana). Pada masa Pak Soekarno, peran Presiden sangat kuat, beberapa pengusaha yang dekat dengan presiden memanfaatkan dengan mendapatkan izin untuk menjadi pengusaha eksport import , dengan menjual hasil import ke masyarakat dan mengisi segala pengadaan untuk kantor kantor Pemerintahan pusat dan daerah.
Setelah era Soekarno, muncul era Orde baru dimana Presdien Soeharto memposisikan sektor bisnis sebagai subordinasi dari negara. Bisnis tergantung pada negara dalam narasi matematika bisnis adalah himpunan bagian dari negara (Ricard Robison, 1988 ).Keluarga penguasa termasuk anak anaknya terlibat pada sector sector penting bisnis, termasuk saudara saudara Soeharto, sperti Bob Hasan, Sudwikatmono, sampai beberapa taipan yang dekat dengan penguasa, sperti Ibnu Sutowo, Soedono Salim dan kawan kawan.Lembaga BUMN hamper semua pengadaan di suplai oleh orang yang dekat dengan kekuasaan.
Beberapa bidang penting, pertambangan dan lahan hutan banyak yang dimiliki pengusaha Istana . Hanya seiring kekuasaan Soeharto jatuh, jatuh pula para pengusaha tersebut. Hal ini karena kesuksesan mereka dikendalikan negara , dalam hal kekuasaan Soeharto.
Setelah reformasi selesai, ada angin segar untuk jalinan kehidupan bisnis agar terpisah dengan kekuasaan, dengan lahirnya Undang Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Anti Monopoli dan persaingan Tidak Sehat. Lahirnya UU ini diharapkan praktek monopoli dihindarkan, bisnis berjalan dengan baik, persaingan ekonomi berjalan dengan sehat, sehingga dambaan lahirnya negara yang adil dan Makmur, bisa terwujud. Namun semua hanya angan angan, sudah dua dasawarsa, berjalan katup bisnis dan kekuasaan Kembali muncul, bahkan dengan gurita yang lebih besar lagi. Bisnis bahkan mendominasi negara.
Pengusaha banyak terang terangan menyokong partai politik, lalu mesin uang dan keuasaan lewat partai , memanfaatkan segala kebijakan untuk kepentingan diri sendiri.pengusaha yang menjabat sebagai partai, menjual belikan tidak hanya bisnis secara nyata, tapi juga menyokong menjadi bandar politik dengan praktek politik uang yang sangat dahsyat, sehingga demokrasi melahirkan demokrasi kleinteisme.
Dari pejabat politik, pejabat BUMN, pejabat Lembaga negara lahir dari hubungan patron klient antara negara dan pengusaha.negara menjadi dipasung oleh bisnis. Lahirnya oligarghki politik yang menguasai negara.Jalinan sejarah bisnis dan kekuasaan di Indonesia, telah menjadi penyakit kronis bagi masyarakat disetiap era kekuasaan yang berkuasa. Pemilik modal seakan mendapat ruang besar dalam politik. Undang Undang anti Monopoli dan persaingan tidak sehat perlu diperkuat sistemnya, dengan membangun system hukum anti monopoli yang kuat dengan menyelaraskan substansi hukum yang baik, mengajak masyarakat untuk berperan aktif mengusulkan ide ide civil society yang bermakna.
Struktur hukum diperkuat dengan memberikan keyakinan dari setiap pimpinan kejaksaan, kepolisian dan KPK untuk menegakan hukum dengan tegas dan konsekuen. Melahirkan Kembali Hoegeng Hoegeng baru yang bisa menictrakan dan memposisikan stuktur hukum yang tegas, jujur dan Amanah, dengan abaikan upeti upeti bisnis yang hanya menguntungkan para bandar bisnis dan politik.Masyarakat diperkuat kulturnya dengan mencegah dan menolak praktek politik uang dibidang politik untuk melahirkan kepala daerah yg jujur dan wibawa.
Masyarakat mengontrol praktek bisnis yang menyimpang dengan mengawasi secara ketat dan ikutDalam rangka membangun bisnis yang sehat Pemerintah perlu mengutamakan kemakmuran masyarakat, bukan perorangan, berlandaskan demokrasi ekonomi sesuai dengan pasal 33 UUD 1945 , rakyat ikut berpartisipasi dalam pembangunan nasional, kepemilikan, proses produksi, dan menikmati hasil produksi, serta memiliki perencanaan ekonomi nasional ( Prof. Emil Salim :2009).Lahirnya kepala daerah yang kompeten , akan mendukung jalur demokrasi ekonomi Pancasila sehingga bisa tersebar ekonomi kerakyatan di berbagai kabupaten kabupaten di Indonesia.
Sebuah upaya yang harus kita dengungkan Bersama sama agar Indonesia bisa menjadi tuan rumah sendiri bagi warga Indonesia.
Oleh: Dr.Moh.Taufik, M.H., Dosen Fakultas Hukum Universitas Pancasakti Tegal