GAGASAN
Mewujudkan Peran Kepolisian yang Humanis
Oleh: Muhammad Faqih Al Farisya, Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Pancasakti Tegal
Fungsi kepolisian sesuai dengan Undang Undang Nomor 2 Tahun 2002 adalah mewujudkan keamanan dalam negeri meliputi terpeliharanya keamanan, ketertiban masyarakat, tertib dan tegaknya hukum, terselenggaranya perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat, serta terbinanya ketentraman masyarakat dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia. Melihat fungsi demikian seharusnya kepolisian menjadi sebuah instansi yang berisi para aparat penegak hukum yang mendapatkan kepercayaan dari masyarakat demi terwujudnya ketertiban umum.
Peran dan fungsi kepolisian sedikit ternoda dengan adanya beberapa Tindakan kekerasan yang dilakukan anggota kepolisian dalam bertugas. Berdasarkan data dari Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) selama Juni 2020 hingga Mei 2021 terjadi 651 kasus kekerasan yang dilakukan oleh anggota polisi, yaitu 135 kasus terjadi di tingkat Polda, 399 kasus di tingkat Polres, dan 117 kasus di tingkat Polsek.Kesewenang-wenangan terhadap masyarakat tersebut tidak sebanding dengan anggaran yang digelontorkan oleh negara terhadap untuk institusi satu ini, bahkan ketika pemerintah memotong anggaran sejumlah lembaga untuk refocusing APBN 2021 akibat pandemi Covid-19, anggaran untuk Polri tidak ikut dipotong.
Namun kendati demikian marak terjadi kasus kekerasan yang terjadi oleh anggota polisi, hal ini sangat ironis karena anggaran Polri cenderung meningkat setiap tahunnya terhitung mulai dari tahun 2015.Tahun 2015 sebanyak 62 Triliun, tahun 2016 sebanyak 78 Triliun, tahun 2017 sebanyak 94 Triliun, tahun 2018 sebanyak 98.1 Triliun, tahun 2019 sebanyak 94.3 Triliun, tahun 2020 sebanyak 104.7 Triliun, dan tahun 2021 sebanyak 112.1 Triliun. Bahkan anggaran untuk tahun 2022 Wakapolri Gatot Eddy Pramono mengusulkan tambahan anggaran sebesar 28,5 Triliun yang bila ditambahkan dengan tahun sebelumnya menjadi sebesar 140.6 Triliun.
Lebih ironis karena polisi adalah alat represi negara, yang seharusnya dapat menciptakan ketentraman, keadilan, dan kondisi nyaman kondusif untuk masyarakat sebagai objek pelayanan oleh negara. Anggaran untuk Polri terus meningkat tetapi kesewenang-wenangan polisi tak kian mereda, membuat masyarakat menjadi hilang respect terhadap institusi satu ini karena perilaku aparatnya yang arogan.
Ditambah perilaku kekerasan yang dilakukan oleh polisi sukar untuk dilaporkan karena penegak hukumnya yang melakukan tindak pidana kekerasan, bahkan apabila melaporkan pada Propam mereka hanya akan memberikan sanksi yang tergolong ringan. Inilah yang menyebabkan masyarakat menjadi tidak percaya hingga muncul #PercumaLaporPolisi, dan mirisnya kekerasan yang dilakukan oleh polisi hanya akan ditindak tegas apabila sudah viral di media sosial hingga tersorot media dan pers.
Harapan penulis adalah institusi yang melakukan pelayanan publik untuk menjaga ketertiban umum dalam hal ini Kepolisian maka harus menjalankan tugas dan fungsinya dengan jujur, tertib, cermat, dan bersemangat serta senantiasa mengutamakan kepentingan masyarakat, bangsa, dan negara diatas kepentingan pribadi dan golongan.
Sebagaimana sumpah atau janji yang dilafalkan sesuai pada pasal 23 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002, karena mendapat kepercayaan masyarakat adalah hal mutlak yang harus diperoleh polisi dalam menjalankan tugasnya dan apabila menyimpang maka sanksi yang diterima tidak hanya dari institusi tetapi juga dari agama yang dianut berdasarkan sumpah yang sudah dilafalkan.
Institusi Kepolisian Negara Republik Indonesia juga harus menerapkan disiplin pada setiap anggota, disiplin dalam arti yang sangat luas seperti waktu, kepatuhan terhadap aturan, perilaku, psikis, rohani, dan jasmani. Terlebih kepada anggota baru yang psikis atau mentalnya belum stabil perlu diperhatikan lebih ketat dalam tugas maupun diluar tugas, terlebih saat berhadapan langsung dengan masalah dalam masyarakat seringkali ditemui mereka cenderung arogan dan sewenang-wenang, hal ini yang harus mendapatkan pengawasan disiplin secara ketat agar kedepannya dapat menjadi aparat yang lebih baik lagi.
Masyarakat sendiri menyadari bahwa hal buruk yang dilakukan oleh Kepolisian merupakan perbuatan para oknum, tetapi melihat bahwa terdapat banyak kasus yang terjadi artinya lembaga tersebut “kecolongan” oleh perbuatan buruk anggotanya, dan harapan kami adalah dapat dibuatkan sebuah peraturan khusus oleh legislatif yaitu DPR RI untuk menindak tegas tindak pidana kekerasan maupun kesewenang-wenang polisi terhadap masyarakat, melihat banyak hal menyimpang dari tugas mereka yang terjadi mulai dari kekerasan, laporan yang lambat ditindak lanjut, pilih kasih terhadap pelapor, hingga yang jelas dan nampak terjadi yaitu pungli.
*Dikutip dari berbagai sumber
Oleh: Muhammad Faqih Al Farisya, Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Pancasakti Tegal