Lebaran dan Baju Baru Oleh: Dr. Achmad Irwan Hamzani , Dekan Fakultas Hukum Universitas Pancasakti Tegal

GAGASAN
Lebaran dan Baju Baru

Oleh: Dr. Achmad Irwan Hamzani , Dekan Fakultas Hukum Universitas Pancasakti Tegal

Hari Raya Idul Fitri atau Lebaran terkadang diidentikan dengan memakai baju baru, mudik ke kampung halaman, bersilaturahmi, saling mohon maaf, ketupat dan opor ayam. Baju baru yang dipapakai saat lebaran juga khas, identik dengan nuansa Islami. Baju baru menjadi “seragam” khas yang dipakai pada hari Idul Fitri.

Lebaran merupakan momen penting bagi umat Islam di seluruh dunia. Umat Islam umumnya merayakan lebaran dengan penuh suka cita. Banyak yang mudik/pulang kampung meskipun harus bergelut dengan kemacetan demi merayakan lebaran bersama keluarga besar di kampung halaman.

Memasuki penghujung Ramadhan, pernak-pernik lebaran terlihat di mana-mana menambah suasana semakin semarak. Mulai dari orang-orang yang jualan petasan, kembang api, anyaman ketupat, hingga bersih-bersih rumah dan lingkungan masing-masing. Tidak ketinggalan, pusat perbelanjaan pun semakin ramai dikunjungi.

Baju baru seolah sudah menjadi simbol lebaran. Memakai baju Koko, Gamis hingga perlengkapan Shalat baru menjadi pemandangan yang lumrah dalam suasana lebaran sebagai ekspresi kegembiraan. Baju baru yang indah dan bersih dipakai melambangkan suasana hati yang bersih pula sehingga mudah meminta maaf dan memaafkan.

Membeli baju baru dan memakainya saat Hari Raya Idul Fitri sudah menjadi tradisi bagi umat Islam khususnya di Indonesia. Bahkan menjelang akhir Ramadhan, pusat-pusat perbelanjaan pakaian jauh lebih ramai dibandingkan orang itikaf di Masjid. Ada persepsi bahwa memakai baju baru saat Lebaran adalah wajib, sehingga masyarakat pun berbondong-bondong memenuhi toko busana.

Sebenarnya tidak ada perintah juga tidak ada larangan merayakan Hari Raya Idul Fitri dengan memakai baju baru. Hanya saja, Rasulullah Saw. menganjurkan agar umat Islam memakai busana terbaik di hari raya. Diriwayatkan, dari Hasan bin Ali bin Abi Thalib R.a. bahwa Rasululah Saw. Menganjurkan pada dua hari raya agar memakai pakaian terbaik yang dimiliki.” (HR Al-Baihaqi dan Al-Hakim).

Berdasarkan hadist di atas, bahwa Rasululuah Saw. menganjurkan memakai busana terbaik saat lebaran. Baju terbaik tidak harus baru, mengingat tidak semua orang Islam mampu membeli busana baru saat lebaran. Namun bagi yang mampu, bukan suatu yang salah, bahkan sebagai ekspresi kegembiraan dalam merayakan lebaran.

Tradisi memakai baju baru ketika Lebaran di Indonesia sudah berlangsung cukup lama. Menurut berbagai sumber di google, tradisi ini mulai marak kembali sejak tahun 1950-an. Bahkan jauh sebelum Indonesia merdeka, menurut catatan sejarah Indonesia, tradisi memakai baju baru saat lebaran sudah berlangsung lama.

Tertulis dalam buku Sejarah Nasional Indonesia karya Marwati Djoened Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto bahwa tradisi memakai baju baru saat lebaran telah dimulai sejak tahun 1569 pada masa Kesultanan Banten. Penduduk yang beragama Islam mempersiapkan baju baru dengan segala pernak-perniknya untuk dipakai saat Hari Raya Idul Fitri. Namun pada saat itu yang membeli baju baru hanya dari keluarga bangsawan, sedangkan masyarakat biasa dengan cara membuatnya sendiri.

Tidak hanya di Banten, tradisi menyiapkan baju baru saat Perayaan Idul Fitri juga terjadi di Kesultanan Mataran Islam. Terlebih jika sudah memasuki hari terakhir bulan Ramadan, di mana mayoritas masyarakat bersiap menyambut datangnya lebaran dengan baju baru. Ada yang membeli, ada juga yang menjahit sendiri.

Bukan hanya baju baru, ketika lebaran semakin dekat, orang-orang pada keluar rumah membawa obor memenuhi jalanan untuk membaca takbir. Puncaknya pada malam Lebaran. Sejak saat itu juga tradisi takbiran keliling mulai dilakukan hingga sekarang.

Hingga saat ini tradisi memakai baju baru saat Lebaran terus berlanjut. Mayoritas masyarakat akan membeli baju baru ketika menjelang lebaran. Masyarakat rela berdesak-desakan untuk membeli baju baru di pusat perbelanjaan busana, dan banyak juga yang sudah mempersiapkan jauh-jauh hari sebelumnya.

*Dikutip dari berbagai sumber.

Oleh: Dr. Al Hamzani, Dosen Fakultas Hukum Universitas Pancasakti Tegal

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *