PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR YANG BERKUALITAS KARENA KETERSEDIAAN TANAH YANG BERKUALITAS Oleh: Bha’iq Roza Rakhmatullah, S.H., M.Kn., Dosen Fakultas Hukum Universitas Pancasakti Tegal

PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR YANG BERKUALITAS KARENA KETERSEDIAAN TANAH YANG BERKUALITAS
Oleh: Bha’iq Roza Rakhmatullah, S.H., M.Kn., Dosen Fakultas Hukum Universitas Pancasakti Tegal
Setiap Presiden dalam melaksanakan pemerintahannya memiliki program-program yang sengaja atau tidak sengaja memiliki ciri khas pada pada setip era kepemerintahannya. Ini mungkin bertailan dengan fokus kerja yang disesuaikan dengan kebutuhan dan jamannya. Hal ini yang kemudian disebut sebagai legacy yang terus akan dikenang meskipun masa kepemerintahannya telah berakhir.
Presiden Soekarno memiliki legacy yang banyak orang kemudian menamainya sebagai Bapak Proklamator, Soeharto disebut sebagai Bapak Pembangunan, BJ Habibie disebut sebagai Bapak Tekhnologi, Gus Dur disebut sebagai Bapak Pluralisme, Ibu Megawati disebut sebagai Penegak Konstitusi, Bapak Susilo Bambang Yudhoyono disebut sebagai Bapak Pembangunan dan hari ini dengan segala kinerja yang telah dan sedang dilakukan Presiden Jokowi banyak pihak sepakat Presiden Jokowi akan meninggalkan legacy sebagai Bapak Infrastruktur.
Pembanggunan Infrastruktur diera Presiden Jokowi dinilai sebagai pembangunan yang sangat jor-joran, diantarannya mulai dari pembangunan tol, pembangunan bandara, pembangunan bendungan dan pembangunan Infrastruktur di Ibu Kota Nusantara. Pembangunan Infrasttruktur tentu membutuhkan kegiatan pengadaan tanah dalam rangka menyediakan tanah sebagai tempat didirikannya segala infrastruktur diatasnya. Maka menjadi hal yang sangat penting dalam melaksanakan pembangunan infrastruktur untuk memastikan kegiatan pengadaan tanah yang berkualitas, yaitu pengadaan tanah yang dilaksanakan berdasarkan tahapan dan prosedural sesuai dengan Undang-undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum dan peraturan-peraturan pelaksanaannya.
Kegiatan pengadaan tanah dapat dilaksanakan melalui 2 (dua) cara, yaitu apabila pembangunan infrastruktur membutuhkan tanah dengan luas dibawah 5 Ha, maka dapat dilaksanakan langsung oleh instansi yang membutuhkan tanah dengan para pihak pemegang hak atas tanah, baik melalui jual beli, tukar menukar, hibah maupun bentuk lain yang disepakati.
Apabila tanah yang dibutuhkan diatas 5 Ha maka harus dilaksanakan dengan pengadaan tanah melalui .4 (empat) tahapan yaitu: Tahapan Perencanaan, Tahapan Persiapan, Tahapan Pelaksanaan Pengadaan Tanah dan Tahapan Penyerahan Hasil. Ke-empat tahapan tersebut harus dilaksanakan secara prosedural dan beurutan. Tidak boleh saling mendahului apalagi ada tahapan yang ditinggalkan.
Pelaksanaan pembangunan infrastruktur dilakasanakan setelah dilaksanakannya ke-empat tahapan pengadaan tanah. Sehingga tidak boleh atas nama proyek strategis nasional, bahkan dengan alasan akan segera diresmikan Presiden, kemudian dilaksanakan pembangunan infrastruktur mendahului kegiatan pengadaan tanah. Hal ini karena dalam kegiatan pengadaan tanah akan dilaksanakan pembayaran ganti rugi kepada para pemegang hak atas tanah.
Bisa dibayangkan apabila pembangunan infrastruktur dilakukan terlebih dahulu, maka tanah-tanah akan diratakan untuk pembangunan infrastruktur. Hal ini tentu akan menyulitkan tim appraisal (penilai) tanah untuk menaksir harga tanah karena semua tanah sudah rata. Kemudian, apabila kita berpijak pada asas Delimitatie Contradictoir, maka para pihak pemegang hak atas tanah dan pihak-pihak yang berbatasan tidak bisa menunjukan letak dan batas-batas tanahnya.
*Dikutip dari berbagai sumber.
Oleh: Bha’iq Roza Rakhmatullah, S.H., M.Kn., Dosen Fakultas Hukum Universitas Pancasakti Tegal

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *