GAGASAN
Misteri Malam Seribu Bulan
Oleh: Dr. Achmad Irwan Hamzani , Dosen Fakultas Hukum Universitas Pancasakti Tegal
Malam seribu bulan, digambarkan dalam Q.S. al-Qadr sebagai malam lailatul qadar, yaitu malah penuh istimewa yang sangat dinanti-nantikan setiap mukmin yang berpuasa menjelang akhir-akhir Ramadhan. Ibadah-ibadah yang dilaksanakan bertepatan dengan lailatul qadar akan memiliki nilai yang sama dengan ibadah-ibadah yang dikerjakan selama seribu bulan.
“Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Qur’an) pada malam kemuliaan. Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar.”
Siapa saja yang mendapatkan lailatul qadar di bulan Ramadhan, sedangkan ia menjalankan ibadah kepada Allah, maka ia sebenarnya telah memperoleh pengalaman ruhani yang tak terhingga nila harganya selama seribu bulan. Seribut bulan kalua dikonversi ke dalam tahun sekitar 83 tahun, sama dengan usia manusia yang diberikan umur panjang.
Secara harfiah, makna lailatul qadar adalah malam penetapan dan pengaturan bagi kehidupan manusia. Al-Qur’an menjadi pengatur atau pembeda jalan kebenaran dan kesesatan. Makna lainnya adalah kemuliaan, karena di dalamnya al-Qur’an diturunkan dan menjadi titik langkah dari segala kemuliaan yang dapat diraih manusia. Melalui al-Qur’an, manusia dapat memperoleh kemuliaan di dunia dan di akhirat. Lalilaturl qadar juga bermakna malam yang sempit, karena pada malam itu para malaikat turun berbondong-bondong ke bumi dengan izin Allah, untuk membawa wahyu-wahyu Allah, sehingga dunia menjadi sempit. Dengan demikian, lailatul qadar merupakan malam penetapan perjalanan sejarah manusia yang penuh kemuliaan, dan dimeriahkan oleh turunnya para malaikat ke bumi, sekaligus turunnya al-Qur’an yang menjadi pedoman langkah hidup manusia sepanjang sejarahnya.
Para ulama menegaskan, bahwa harus diyakini adanya lailatul qadar. Namun, tidak dapat diketahui secara pasti, malam manakah yang merupakan lailatul qadar di dalam bulan Ramadhan. Para ulama juga mencoba melakukan ijtihad mengenai waktu jatuhnya lailatul qadar. Menurut sebagian ulama, lailatul qadar jatuh bertepatan dengan tanggal 17 Ramadhan yang dikaitkan dengan peristiwa Perang Badar.
Ijtihad ulama lainyya menyebutkan, bahwa lailatul qadar jatuh pada tanggal 17 Ramadhan, ketika al-Qur’an pertama kali turun kepada Nabi Muhammad. Menurut mereka, lailatul qadar dalam kutipan ayat di atas adalah sama dengan ayat Allah dalam Q.S. al-Dukhan (44) ayat 3-6: “… Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi dan sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan. Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah, (yaitu) urusan yang besar dari sisi Kami…”
Sebagian ulama lainnya menemukan isyarat yang dikemukakan Rasulullah, dalam haditsnya bahwa lailatul qadar jatuh pada hari-hari ganjil sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan, yaitu mulai dari tanggal 21, 23, 25, 27 dan 29 Ramadhan. Hari-hari tersebut kehadiran lailatul qadar dapat ditunggu kaum muslimin.
Perbedaan pandangan para ulama ini membuktikan kuat bahwa datangnya lailatul qadar tidak diketahui siapa pun, dan tampaknya dirahasiakan oleh Nabi Muhammad bagi umatnya. Rasulullah merahasikan hadirnya lailatul qadar kepada umatnya mengandung hikmah, yaitu agar manusia semakin meningkatkan intensitas ibadahnya kepada Allah sepanjang puasa Ramadhan. Semakin tinggi tingkatan ibadah seseorang, maka semakin tinggi pula pahala yang akan didapatkan dari Allah, dan semakin dekat untuk meraih tingkatan taqwa, seperti dijanjikan bagi orang-orang mukmin berpuasa.
Sebagai sebuah peristiwa “mistis”, tentu saja semua umat Islam sangat menginginkan kehadirannya. Umat Islam yang menyambut kedatangannya, harus menyiapkan diri dengan berbagai ibadah. Rasulullah menganjurkan agar mencari lailatul qadar dan mengisinya dengan ibadah pada sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan. Rasulullah bersabda: “Carilah malam lailatul qadar dalam sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan. Siapa saja yang menghabiskan malam lailatul qadar dengan beribadah, dengan motif keimanan dan kepasrahan, maka dosanya akan diampunkan”.
Ibadah-ibadah yang perlu ditingkatkan intensitasnya antara lain; melakukan itikaf, berdzikir, berdoa, bertadarus dan bertadabur atas kandungan al-Qur’an, mengeluarkan zakat fitrah, dan lainnya. Dengan melaksanakan ibadah-ibadah tersebut, sebenarnya dapat memiliki kesadaran ruhani untuk meningkatkan kepasrahan kepada Allah. Penyerahan atau kepasrahan total itu akan menjadikan hati benar-benar merasakan kebenaran Allah. Dengan kata lain, lailatul qadar adalah momen penemuan diri terhadap jalan kebenaran, yang nilai pahalanya kurang lebih 83 tahun.
*Dikutip dari berbagai sumber.
Oleh: Dr. Al Hamzani, Dosen Fakultas Hukum Universitas Pancasakti Tegal