Pencegahan Kerusakan Lingkungan melalui Kebijakan Perizinan Oleh: Salsabila Layli Maksumah, Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Pancasakti Tegal

GAGASAN

Pencegahan Kerusakan Lingkungan melalui Kebijakan Perizinan

Oleh: Salsabila Layli Maksumah, Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Pancasakti Tegal
Mendirikan suatu usaha perlu adanya izin. Izin usaha memiliki dampat besar dan/atau penting terhadap lingkungan sesuai Pasal 1 ayat (35) dan (36) Undang-undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH). Izin pengelolaan limbah B3 juga diperlukan apabila usaha tersebut menghasilkan limbah B3. Tidak mungkin suatu usaha yang menghasilkan limbah B3 dapat melakukan pengelolaan limbah B3 sebelum mendapatkan izin lingkungan dan/atau izin PPLH.
Kedua izin tersebut merupakan salah satu persyaratan untuk memperoleh izin usaha atau kegiatan dengan mendapatkan izin lingkungan lebih dulu seperti yang tertuang dalam pasal 36 sampai dengan pasal 40 ayat UU PPLH bagi usaha yang memiliki dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup seperti dalam pengelolaan limbah B3 dalam usaha atau kegiatannya, maka diharuskan suatu perusahaan tersebut memperolah izin dari menteri/gubernur/bupati/ walikota sesuai kewenangannya. Hal tersebut memilik tujuan selain untuk ketertiban izin usaha atau kegiatan yang berkaitan dengan lingkungan hidup dengan pengelolaan limbah B3 juga merupakan upaya untuk melindungi dan mengelola lingkungan hidup dalam pelaksanaan pembangunan berkelanjutan dengan melaksanakan pengelolaan serta pemantauan lingkungan sesuai yang dicantumkan dalam dokumen UKL-UPL dan perizinan lingkungan yang dimiliki sekaligus sebagai prasyarat untuk memperoleh izin usaha atau kegiatan.
Intensnya pengawasan terhadap izin lingkungan maupun izin pengelolaan limbah B3 menjadi salah satu faktor yang dapat menyebabkan semakin berkurangnya jumlah perusahaan yang abai atau bahkan lalai dalam menjalankan kewajibannya serta Perusahaan menjadi mengerti akan bagaimana mengelola limbah dari hasil produksinya. Hal ini dapat dibuktikan dengan pernyataan dari Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Pasuruan yang mengatakan bahwa telah terjadi penurunan kasus pencemaran lingkungan akibat limbah pabrik dikarenakan semakin meningkatnya pemahaman perusahaan dalam mengelola limbah perusahaan. Sedangkan dari catatan DLH sendiri, tercatat bahwa total ada sekitar 2000-an perusahaan menengah sampai menengah ke atas yang berproduksi di wilayah Kabupaten Pasuruan. Dan dari jumlah tersebut, kasus pencemaran lingkungan yang terjadi sejak Januari hingga bulan ini sebanyak 5 kejadian. Menurut Heru, dari seluruh kasus tersebut hanya menyisakan satu kasus pencemaran lingkungan di sekitar Sungai Kaliputih, Desa Sumbersuko, Kecamatan Gempol (19/10/2020).
Berdasarkan UU PPLH bahwa setiap orang yang menghasilkan limbah B3 wajib melakukan pengelolaan limbah B3 yang dihasilkan. Sehingga Pasal 59 ayat (4) UU Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PLH) tentang izin pengelolaan limbah sangatlah penting diterapkan karna memiliki implikasi yang positif. Apabila dilihat pada saat ini di era globalisasi dimana semakin banyaknya usaha – usaha baru yang bermunculan dan kegiatan – kegiatan yang menghasilkan limbah B3 maka akan sangat membawa dampak postif dalam fungsi dan tujuan dari adanya UU PPLH untuk melindungi dan mengelola lingkungan hidup, terutama dalam menerapkan beberapa pasal dalam UUPPLH yaitu Pasal 59 samapi 61 terkait Pengelolaan Limbah B3 dan izin dumping. Karena isi pasal tersebut menyatakan bahwa setiap usaha terkait dengan limbah B3 diwajibkan untuk mendapatkan izin lingkungan dan/atau izin Pelindungan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH) terlebih dahulu. Hal tersebut disebabkan karena sifat limbah B3 yang berbahaya dan beresiko bagi manusia dan lingkungan hidup, maka dari itu pengelolaan limbah B3 dan pembuangannya wajib dilakukan dengan pendekatan prinsip kehati-hatian melalui penerapan instrumen perizinan, mulai dari penyimpanan, pengumpulan dan pengakutannya hingga pemanfaatan serta pengelolaan sampai dengan penimbunannya pun harus diatur dengan baik. Dan pemerintah pun dapat ikut serta mengontrol, mengawasi, dan pastinya memberikan kepastian hukum.
Setiap usaha atau kegiatan yang memiliki dampak besar atau penting terhadap lingkungan hidup diharuskan mendapatkan izin usaha dan izin lingkungan, maka disetiap pasal yang disebutkan diatas akan saling terpenuhi satu sama lain karna pasal – pasal tersebut saling berkaitan, sehingga implikasi UUPPLH sangat berpengaruh positif untuk ketertiban dalam usaha dan menjaga, melindungi serta mengelola lingkungan hidup kita agar terhindar dari kerusakan atau pencemaran lingkungan akibat dari usaha/kegiatan yang menghasilkan limbah B3.
UU PPLH meyebutkan bahwa “bahan berbahaya dan beracun yang atau B3 adalah zat, energi, dan/atau komponen lain yang karena sifat, konsentrasi, dan/atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan/atau merusak lingkungan hidup, dan/atau membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, serta kelangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lain. Limbah B3 merupakan bahan sisa yang dihasilkan dari suatu kegiatan dan proses produksi, yang bukan hanya berasal dari kegiatan/usaha dari sektor industri saja.
Kegiatan rumah tangga pun dapat menghasilkan beberapa limbah jenis ini. Beberapa contoh limbah B3 yang dihasilkan rumah tangga di antaranya bekas pengharum ruangan, pemutih pakaian, deterjen pakaian, pembersih kamar mandi, pembesih kaca/jendela, pembersih lantai, dan lainnya. Namun meskupin begitu, kasus yang paling sering dan banyak terjadi yaitu pencemaran atau kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh pembuangan (dumping) limbah B3 yang dibuang sembarangan ke media lingkungan yang berasal dari kegiatan/usaha yang dihasilkan oleh sektor industri yang belum memiliki izin lingkungan dan atau izin Pengelolaan Limbah B3, padahal dalam Pasal 1 ayat (24) Dumping adalah kegiatan membuang, menempatkan, dan/atau memasukkan limbah dan/atau bahan dalam jumlah, konsentrasi, waktu, dan lokasi tertentu dengan persyaratan tertentu ke media lingkungan hidup tertentu, sehingga perusahaan melakukan dumping sembarangan dan tanpa izin dapat dikenakan sanksi sesuai UU No.32 Tahun 2009.
Sudah banyak kasus yang terjadi di Indonesia terkait dengan kerusakan atau pencemaran lingkungan yang disebabkan tidak adanya izin Pengelolaan LB3 sehingga melakukan dumping limbah secara langsung dan pengolahan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) yang tidak sesuai dengan Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UKL/UPL). Contohnya seperti PT. SIPP merupakan pabrik kelapa sawit yang berada di Kecamatan Mandau, Kabupaten Bengkalis, Provinsi Riau yang mana perusahaan tersebut dilaporkan telah melakukan pencemaran lingkungan hidup oleh Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Bengkalis, lalu ada juga sebuah pabrik tekstil di sebuah desa di Kabupaten Bandung yang tertangkap membuang Sampah B3 setinggi 1.8 meter. Limbah yang dihasilkan berupa produk sisa jeans yang telah melewati proses washing menggunakan batu apung dan bahan kimia.
Oleh: Salsabila Layli Maksumah, Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Pancasakti Tegal

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *