GAGASAN
Perlukah Pidana Anak Dihapuskan?
Oleh: Irfa Khunainah, Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Pancasakti Tegal.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (selanjutnya disebut UU Pidana Anak), mengatur bahwa anak yang belum berumur 12 (dua belas) tahun, walaupun melakukan tindak pidana belum dapat diajukan ke sidang Pengadilan Anak. Hal ini didasarkan pada pertimbangan sosiologis, psikologis dan paedagogis. Anak yang belum berumur 12 (dua belas) tahun belum dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya.
Sebagai penentuan apakah kepada anak akan dijatuhkan pidana atau tindakan, maka hakim mempertimbangkan berat ringannya tindak pidana yang dilakukan. Perlu diperhatikan juga bahwa keadaan anak, keadaan rumah tangga orang tua/wali/orang tua asuh, hubungan antara anggota keluarga, dan keadaan lingkungannya. Hakim juga wajib memperhatikan laporan Pembimbing Kemasyrakatan.
Pasal 69 ayat (1) mengatur tentang ancaman pidana terhadap anak ditentukan berdasarkan perbedaan umur anak yaitu. Anak yang belum berumur 14 tahun hanya dikenakan Tindakan. Sedangkan terhadap anak yang telah mencapai umur di atas dua belas (12) sampai delapan belas (18) tahun dijatuhkan pidana. Pasal 70 menentukan bahwa ringannya perbuatan, keadaan pribadi anak, atau keadaan pada waktu dilakukan perbuatan atau yang terjadi kemudian dapat dijadikan dasar pertimbangan hakim untuk tidak menjatuhkan pidana atau mengenakan tindakan dengan mempertimbangkan segi keadilan dan kemanusiaan.
Harus diakui bahwa dewasa ini, semakin marak pelaku tindak pidana yang dilakukan oleh anak yang masih di bawah umur. Misalnya tindak pidana pencurian, penyalahguna narkotika, pemerkosaan bahkan pembunuhan. Mirisnya lagi perbuatan tersebut dilakukannya terhadap orang terdekat seperti orang tua, keluarga maupun temannya sendiri. Melihat kondisi tersebut, maka diperlukan penanganan yang efektif dan pidana yang dapat menimbulkan efek jera bagi pelaku dan pencegahan bagi anak lain dengan niat yang sama.
Pidana yang dapat dikenakan terhadap anak yang melakukan tindak pidana sebagaimana diatur dalam pasal 71 ayat (1) menyebutkan jenis-jenis pidana pokok adalah sebagai berikut:
Pidana peringatan, dalam Pasal 72 disebutkan bahwa pidana peringatan merupakan pidana ringan yang tidak mengakibatkan pembatasan kebebasan anak.
Pidana dengan syarat, pidana dengan syarat diatur dalam Pasal 73 sampai dengan Pasal 77.
Pelatihan kerja
Pembinaan dalam lembaga.
Penjara
Bertalian dengan pertanggungjawaban pidana bagi anak di bawah umur, setelah Pasal 45, 46 dan 47 KUHP dicabut, KUHP masih belum juga mengatur secara jelas tentang kedewasaan anak. Sebagai perbandingan bahwa dalam Pasal 45, Pasal 46 dan Pasal 47 KUHP, ditentukan bahwa anak di bawah umur yang melakukan tindak pidana:
Jika tindak pidana dilakukan oleh anak berusia 9 (Sembilan) tahun sampai 13 (tiga belas) tahun, disarankan kepada hakim untuk mengembalikan anak tersebut kepada orang tua atau walinya dengan tanpa pidana.
Jika tindak pidana tersebut dilakukan oleh anak yang masih berusia 13 (tiga belas) tahun sampai 15 (lima belas) tahun dan tindak pidananya masih dalam tingkat pelanggaran.
Jika hakim menghukum si tersalah, maka maksimal hukuman utama dikurangi sepertiga, jika perbuatannya diancam hukuman mati, dapat dijatuhi pidana selama-lamanya 15 (lima belas) tahun dan hukuman tambahan sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 10 KUHP huruf b angka 1 dan 3 tidak dijatuhkan (Pasal 47 KUHP).
Pengkhususan dalam pemberian pidana terhadap anak di bawah umur memang diperlukan, karena agar jangan sampai melanggar hakikat anak. Dengan adanya golongan batasan umur dalam UU Pidana Anak, dapat menjadi acuan dalam memberikan porsi hukuman terhadap anak sesuai perbuatan yang dilakukannya. Pelaksanaan aturan tersebut seringkali terkait pelaku pidana adalah anak yang masih dibawah umur, namun putusan menyatakan melepaskan pidana atau mengembalikan pelaku kepada orang tua begitu saja. Padahal perbuatan pidanannya dapat dikatakan telah melampaui batas hingga merenggut hak, bahkan nyawa orang lain. Hal ini menjadikan belum terpenuhinya kepastian hukum bagi korban, serta pertanggungjawaban pelaku. Aturan yang ada bisa dikatakan belum memberikan kepastian hukum bagi para pihak.
Kesimpulannya adalah bahwa pengkhususan pidana pada pelaku yang masih di bawah umur ini perlu diberikannya pidana. Sebaliknya, apakah pidana yang lebih berat hingga dapat memberikan efek jera dan menjadi pencegahan terhadap pelaku-pelaku lain yang masih di bawah umur, serta berpotensi dapat melakukan tindakan pidana. Penerapan pidana bagi pelaku yang masih dibawah umur juga harus dilakukan secara tegas demi terciptanya kepastian hukum.
*Dikutip dari berbagai sumber.
Oleh: Irfa Khunainah, Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Pancasakti Tegal.